PANARAGAN (translampung.id)– Lomba Cerpen yang diselenggarakan atas kerjasama antara Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba) dan Sekolah Seni Tubaba Tahun 2023, telah terlaksana dengan baik.
Perlombaan tingkat SMA/MA/SMK dengan tema “Menjadi Manusia Tubaba” tersebut, telah menghasilkan karya-karya yang sangat menginspirasi dan mengangkat nilai-nilai karakter daerah.
Diketahui, pendaftaran dan pengumpulan cerpen peserta lomba dimulai sejak 23 Mei sampai 27 Juni 2023. Dari 40 cerpen yang terkumpul, kemudian dipilih 15 penulis cerpen terbaik untuk mengikuti Kelas Intensif Penulisan Cerpen yang digelar sebanyak 3 kali pertemuan pada tanggal 8, 15 dan 22 Juli, dan disambung dengan Inkubator Penulisan Cerpen pada 29 Juli 2023.
Ke 15 penulis tersebut yaitu Adelia Octariana Situmorang (SMAN 1 Tumijajar), Earlin Amelia (SMK 1 Way Kenanga), Evita Dewi Rahmawati (SMAN 3 Tumijajar), Heri Kurniawan (SMK Duta Nusantara), Jeni Evaniawati (SMAN 1 Way Kenanga), Raffa Adya Putra (SMAN 2 Tulangbawang Udik), Reinaldis Theovani (SMKN 1 Tulangbawang Tengah), Ria Aprilia (SMAN 1 Way Kenanga), Rizky Amelia Agustin (SMAN 1 Way Kenanga), Salsabila Ismah Nur Rohmah (SMK 1 Way Kenanga), Sekar Mustika Rahayu (SMAN 2 Tumijajar), Sintia Wati (MAN 1 Tubaba), Uji Sandi Perkasa (SMAN 1 Tumijajar), Ve Lestari (MAN 1 Tubaba) dan Yosa Rafael Wibisono (SMKN 1 Tulangbawang Tengah).
Selama kelas intensif dan inkubator penulisan cerpen berlangsung, peserta diajak untuk mengeksplorasi lebih lanjut terkait pengolahan gagasan dan teknik-teknik penulisan seperti sudut pandang penceritaan, plot dan alur, struktur cerpen (eksposisi, konflik, komplikasi, klimaks, penutup), paragraf pembuka dan penutup, kalimat efektif, konflik, majas dan metafora, penokohan, hingga pengolahan ide yang berangkat dari pertanyaan 5W + 1H.
Adapun fasilitator kelas intensif dan inkubator penulisan cerpen yaitu Alexsander GB (seorang penulis dan aktor teater dari Komunitas Berkat Yakin, Bandar Lampung), dan John Heryanto (penulis dan seniman pertunjukan asal Tubaba).
Menurut Direktur Sekolah Seni Tubaba, Semi Ikra Anggara, bahwa selain mengeksplorasi teknik dan ide, peserta juga diajak untuk membaca dan menganalisis cerpen-cerpen dari para penulis Indonesia dan Dunia seperti Egar Allan Poe, Ernest Hamingway, Albert Camus, Danarto, AS Laksana, Ugoron Prasad, Seno Gumira Adjidarma, Nukila Akmal, dan lain-lain.
“Dari proses Panjang tersebut kemudian terpilih tiga cerpen terbaik yaitu, Juara 1 cerpen dengan judul “Tiga Batu Nisan” karya Adelia Octariana Situmorang (SMAN 1 Tumijajar), Juara 2 cerpen dengan judul “Kuatkah?” karya Reinaldis Theovani (SMKN 1 Tulangbawang Tengah), dan Juara 3 cerpen dengan judul “Roda Kehidupan” karya Rizki Amelia Agustin (SMAN 1 Way Kenanga),” terang Semi, kepada media pada Selasa (08/08/2023).
Dijelaskan Semi, Tubaba yang bukan lagi sekedar singkatan dari Tulangbawang Barat, tapi sebagai masa depan yang secara spesifik memiliki karakter Nenemo SSL yaitu ‘Nemen’ (bekerja keras), ‘Nedes’ (tahan banting/konsisten), ‘Nerimo’ (ikhlas menerima segala proses dan hasil), Sederhana, Setara dan Lestari.
“Dalam kelas intensif dan inkubator ditelisik kembali peristiwa sehari-hari di sekitar, pada ruang dalam dan ruang luar di diri bagaimana ber-Tubaba, belum Tubaba dan telah Tubaba,” tuturnya.
Kata dia, pada cerpen “Roda Kehidupan” karya Rizki Amelia yang terpilih sebagai Juara ke 3, kehidupan dilihat sebagai sesuatu yang tak terduga, di luar dari kehendak kita. Hanya pekerja keras dan yang sabar menghadapi segala cobaan seperti Pak Amir yang digambarkan sebagai tokoh yang mampu menghadapi, kemalangan demi kemalangan mulai dari gaji pegawai kebersihan yang dipotong, gaji yang telah dibayarkan untuk SPP sekolah anak sisanya hanya cukup makan dua hari, hingga rumah tiba-tiba kebakaran dapat dilalui.
“Kemudian, nasib penuh kemalangan dan derita juga menimpa tokoh Dela dalam cerpen “Kuatkah?” karya Reinaldis Theovani dan tokoh Jojo dalam cerpen “Tiga Nisan“ karya Adelia Octariana Situmprang. Pada cerpen “Kuatkah?” Nasib buruk seumpama jalan Marga Kencana yang penuh lubang, yang dilewatinya setiap pagi dan tak kunjung diperbaiki. Kemalangan itu tak bisa dihindari, dan pagi itu ibunya yang sakit pergi meninggalkan Dela sebatang kara. Sendiri meringkuk di bawah pohon karet dengan penuh tangis setelah gagal bunuh diri. Hidup bagi Dela seperti kabut yang turun setiap pagi ketika pergi ke sekolah,” paparnya.
Lanjut dia, begitu juga dengan nasib pemuda bernama Jojo dalam “Tiga Batu Nisan” karya Adelia Octariana Situmorang (SMAN 1 Tumijajar), ia harus berkali-kali kehilangan orang-orang yang dicintai dan dalam waktu yang berdekatan, mulai dari ibu, ayah dan adiknya yang meninggal dunia.
“Pada ketiga cerpen di atas nilai-nilai ke-Tubaba-an dapat dicari dari kehilangan, generasi-generasi yang merumuskan identitas dirinya tanpa ayah dan ibu. Sehingga nilai-nilai karakter dari Nemen, Nedes, Nerimo, hadir sebagai keniscayaan untuk membayangkan sebuah masa depan,” imbuhnya. (D/r)
Discussion about this post