TRANSLAMPUNG.COM–PANARAGAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat sering terjadi peristiwa hukum baik yang dilakukan oleh subjek hukum secara sendiri atau dengan pihak lain, oleh karena itu, peristiwa hukum ini akan berdampak pada akibat hukum.
Berdasarkan penelitian dari beberapa Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung beberapa waktu lalu, Suci Permata Muli, Annisa Putri Lestariawan, Angra Adinda Larakasih, dan Yohana Ria Angelina. Bahwa untuk menjamin kepastian hukum dalam negara yang menganut Sistem Hukum Eropa Kontinental, harus dibuatkan perjanjian yang berbentuk tertulis. Perjanjian dalam hal ini, dapat dilakukan antara satu orang atau lebih dengan menitikberatkan kepada kepentingan Para Pihak berdasarkan asas kebebasan berkontrak dan Pacta Sunt Servanda (agreements must be kept).
Perjanjian di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yakni dalam Pasal 1313 KUHPerdata bahwa perjanjian itu hanya dapat terjadi antara dua belah pihak atau lebih dengan menimbulkan hak dan kewajiban antar pihak, Pasal 1320 KUHPerdata menentukan empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian. Pasal 1338 KUHPerdata yang menjelaskan “semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Sebagai contoh analisis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Register Perkara Nomor. 170/Pdt.G/2018/PNTJK Jo Register Perkara Nomor: 34/PDT/2019/PT.TJK, dengan Amar Putusan menerima permohonan Banding dari Pembanding/semula Penggugat; Menguatkan Putusan Pengadilan Tanjung Karang Tanggal 12 Februari 2019, Nomor :170/Pdt.G/2018/PN.TJK yang dimohonkan Banding tersebut dan Menghukum Pembanding/semula Penggugat untuk membayar seluruh ongkos perkara yang timbul dalam kedua tingkat peradilan, yang untuk tingkat Banding ditetapkan sebesar Rp 150.000 (Seratus Lima Puluh Ribu Rupiah).
Putusan sebelumnya yakni register perkara nomor: 170/Pdt.G/2018/PN.TJK dengan amar yakni dalam eksepsi: menolak eksepsi Tergugat seluruhnya dan dalam pokok perkara Menolak gugatan Penggugat seluruhnya dan menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara yang sampai hari ini ditetapkan sejumlah Rp 946.000,00 (Sembilan Ratus Empat Puluh Ribu Rupiah).
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka di dalam proses jual beli objek berupa tanah di atas, terdapat 3 (tiga) perjanjian para Pihak. Yang mana salah satu perjanjiannya adalah, Surat Kesepakatan antara Penyandang Dana selaku Kuasa Menjual dengan Pihak Penghubung dengan pembeli (selaku Makelar) berdasarkan Surat Kesepakatan/Perjanjian tanggal 30 Mei 2012 dengan Klausula bahwa Kuasa penjual menjual tanah tersebut seharga Rp. 3.773.200.000 (Tiga Miliar Tujuh Ratus Tujuh Puluh Tiga Juta Dua Ratus Ribu Rupiah) sebagaimana Akta Jual Beli Nomor : 412/Pmg-2/III/2013 Tanggal 21 Maret 2013 dan apabila Pihak penghubung dengan pembeli mampu menjual tanah tersebut dengan nilai di atas kesepakatan, maka nilai lebih tersebut menjadi milik Pihak Penghubung dengan Pembeli (makelar).
Dalam perjalanannya, Tanah yang dijual oleh Kuasa menjual terjual dengan harga sebesar Rp.10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar), sehingga kelebihan nilai menjadi milik Pihak Penghubung dengan Pembeli (makelar) yakni sebesar Rp. 6.226.800.000 (Enam Miliar Dua Ratus Dua Puluh Enam Juta Delapan Ratus Ribu Rupiah).
Pihak Penyandang dana telah menunaikan kewajibannya kepada Pihak Kuasa Hukum Pemilik Tanah guna memenuhi isi Perjanjian Kerjasama Tanggal 8 Juli 2008 dengan pembagian untuk kuasa hukum pemilik tanah sebesar Rp. 350.000.000,00 (Tiga Ratus Lima Puluh Juta rupiah) dan untuk Penyandang dana sebesar Rp. 650.000.000,00 (Enam Ratus Lima Puluh Juta rupiah), pembagian ini dihitung dari nilai jual yang disepakati antara Pemilik tanah dan Kuasa menjual (penyandang dana) berdasarkan Akta Jual Beli Nomor: 412/Pmg-2/III/2013 Tanggal 21 Maret 2013, Pihak Penyandang dana mendapatkan pembagian dari Pemilik tanah hanya sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (Satu Miliar Rupiah).
Kuasa Hukum pemilik tanah belakangan mengetahui bahwa nilai jual tanah Kliennya sebesar Rp. 10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah), bukan seharga Rp. 3.773.200.000 (Tiga Miliar Tujuh Ratus Tujuh Puluh Tiga Juta Dua Ratus Ribu Rupiah) sebagaimana Akta Jual Beli Nomor : 412/Pmg-2/III/2013 Tanggal 21 Maret 2013, akibat kesalahpahaman tersebut Kuasa Hukum pemilik tanah melaporkan Penyandang Dana ke Polresta Bandar Lampung dengan laporan Polisi Nomor: TBL/8-1/2225/IV/2017/LPG/RESTA BALAM dengan masih mempersoalkan Kesepakatan Tanggal 8 Juli 2008 tanggal 27 April 2017.
Selain melaporkan Penyandang dana, Kuasa Hukum Pemilik tanah melayangkan Gugatan Wanprestasi ke Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang dengan Nomor Register Perkara: 170/Pdt.G/2018/PN.Tjk dan perkara ini telah diputus dengan amar putusan Menolak Gugatan Kuasa Hukum Pemilik tanah (selaku Penggugat) dan diperkuat oleh Hakim Banding Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dengan register perkara nomor: 34/PDT/2019/PT.TJK dan saat ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Adapun pertimbangan hakim menolak gugatan Kuasa Hukum Pemilik tanah (selaku Penggugat), karena Pihak Penyandang Dana berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama Tanggal 8 Juli 2008 telah menyelesaikan prestasinya, adapun kelebihan dana adalah milik pihak penghubung dengan pembeli (makelar) bukan menjadi tanggung jawab Penyandang Dana.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam satu objek dapat diperjanjikan dengan beberapa pihak, selama memenuhi persyaratan yang mengikat timbulnya sebuah perjanjian. Di dalam perkara tersebut, Pihak penyandang dana tidak dapat dikatakan wanprestasi karena prestasinya sudah dipenuhi dan tidak bertentangan dengan Pasal 1243 KUHPerdata yang menjelaskan “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.” serta sudah terpenuhinya ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata “Tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.”
Menurut Ginda Ansori Wayka SH, MH, salah satu Praktisi Hukum Provinsi Lampung. Bahwa secara fakta dan hukum hasil analisis tersebut benar, dan pertimbangan hakim pun sudah sesuai dengan fakta hukumnya sehingga klaim gugatan penggugat ditolak seluruhnya.
“Atas prestasi yang sudah ditunaikan maka tidak dapat menjadi wanprestasi, karena ternyata secara fakta yang tergambar dari peristiwa hukumnya para pihak memiliki perjanjian masing-masing, dan tidak saling bersinggungan atau saling berhadapan kepentingan antara satu sama lainnya, hal ini mengingat ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan perjanjian,” imbuhnya. (D/R)
Discussion about this post